Pimpinan MPR RI merespons keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, yang menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet). Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad menegaskan bahwa sanksi MKD DPR kepada Bamsoet cacat prosedural. Hal itu dikarenakan keputusan yang terlalu terburu buru dan pemanggilan terhadap Bamsoet baru dilakukan satu kali.
"Jadi saya ingin menyampaikan bahwa sebagai pimpinan MPR kita keberatan dengan polemik yang ada, dan sanksi yang dibuat terhadap pimpinan MPR," kata Fadel di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2024). Fadel menjelaskan, jika ada kesalahan, seharusnya MKD bisa menyurati pimpinan DPR atau MPR, agar hal itu bisa ditindaklanjuti. Bukan malah langsung menindaklanjuti laporan publik yang ditujukan kepada Bamsoet.
"Jadi kalaupun ada salah etika MKD bagusnya bikin surat kepada MPR atau kepada DPR, atau minta kepada MPR untuk mengoreksi maka MPR nanti kita buat pasal 37 kita bisa bikin adhoc untuk menentukan kode etik, daripada dua lembaga ini konflik di masyarakat," ucapnya. Sehingga, dalam surat tersebut MPR meminta agar pimpinan DPR menegur MKD lantaran memutuskan perkara yang cacat hukum. Kunci Jawaban PAI Kelas 12 Halaman 31 37 Kurikulum Merdeka, Penilaian Pengetahuan Bab 1 Halaman 4
KIP Pidie Dinilai Arogan, Tak Menghargai Usulan Keuchik Terkait Sekretaris PPS Serambinews.com Videonya Viral, Anggota Damkar Depok Sandi Butar Butar Akhirnya Diperiksa Pimpinan, Ini Hasilnya Wartakotalive.com "Langkah kita mengusulkan bahwa kita bikin surat ke Ketua DPR, bukan MKD nya, kita buat surat ke pimpinan DPR, MKD itu kan AKD nya DPR, biar DPR yang menegur supaya sesama institusi tidak ada (konflik)," ucapnya.
Lebih lanjut, Fadel juga mempertanyakan legal standing Muhammad Azhari, sebagai pelapor. Menurutnya MKD juga perlu melakukan klarifikasi kepada Azhari. "Saya juga cari tahu Azhar itu, pelapor itu kan mahasiswa yang memang standing legal, standing nya tidak terlalu jelas. Mestinya kan dia klarifikasi dulu ke orang itu, lihat karena ini menyangkut institusi MPR, bukan Bamsoet pribadi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet. Bamsoet disanksi karena pernyataannya soal seluruh partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan UUD 1945. "Memberikan sanksi kepada teradu berupa sanksi ringan dengan teguran tertulis," kata Ketua MKD DPR, Adang Daradjatun saat membacakan putusan di ruangan MKD, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Adang mengatakan, Bamsoet melanggar Pasal 2 ayat (4) jo Pasal 3 ayat (2) jo Pasal pasal 20 ayat (1) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang tentang Kode Etik. Dia menjelaskan, MKD memberikan sanksi kepada Bamsoet setelah mendengarkan keterangan pengadu hingga saksi saksi. "MKD menyimpulkan bahwa teradu diberikan sanksi dengan kriteria ringan dan diberikan teguran tertulis," ujar Adang.
Adang menegaskan, MKD meminta Bamsoet agar tak mengulangi perbuatannya dan lebih berhati hati dalam bersikap. Bamsoet tak hadir dalam sidang ini. Sidang ini dipimpin, Adang yang didampingi Wakil Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam dan Imron Amin. Bamsoet diadukan ke MKD oleh seorang bernama Muhammad Azhari pada Kamis (20/6/2024) lalu.
Azhari menilai, pernyataan Bamsoet soal seluruh partai politik setuju melakukan amandemen penyempurnaan UUD 1945 melanggar kode etik. Menurutnya, Bamsoet menyampaikan pernyataan tidak sesuai kapasitasnya. Lagipula, belum ada persetujuan dari parpol untuk melakukan amandemen UUD 1945. "Dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Teradu terkait pernyataan Teradu di media online yang menyatakan 'seluruh partai politik telah sepakat untuk melakukan amendemen UUD 1945 dan memastikan siap melakukan amandemen tersebut termasuk untuk menyiapkan peraturan peralihannya," kata Azhari sesuai melaporkan Bamsoet di ruangan MKD DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Azhari berpendapat, bukan kapasitas Bamsoet untuk mewakili sejumlah parpol terkait amandemen UUD 1945. Sebab, partai politik lainnya pun belum tentu sepakat dengan usulan tersebut. "Pengadu melihat bahwa teradu tidak dalam kapasitasnya sebagai Ketua MPR untuk mewakili partai politik lainnya untuk menyatakan hal sebagaimana dijelaskan di atas," ujarnya.